Agus Harimurti, Aceh, Pelukan Istri, dan Kisah Cinta Annisa
IG |
Adakah yang lebih bahagia seorang pria saat dipeluk dengan mesra oleh kekasihnya sedemikian hangat seusai ia lelah berpidato? Bisa jadi ada dan tidak. Kadang kala ada pelukan yang dipaksa dan pelukan yang harus dilepas dengan terpaksa.
Saya terbawa perasaan saat melihat kemesraaan Annisa Pohan memeluk suaminya, Agus Harimurti Yudhoyono yang tak lain Calon Gubernur DKI Jakarta, purnawirawan muda dengan karir bagus di ranah seragam militer Republik Indonesia
Kali ini, pelukan Annisa Pohan kepada suaminya cukup dalam dan menguatkan. Sorotan publik kepada pasangan ini demikian terasa sejak Agus memilih jadi Calon Gubernur. Perhatikan adegan pelukan pasangan ini sesaat pasca Agus pidato pertama kali setelah ditetapkan oleh partai pengusung, ia menitikkan air mata haru.
Selepas turun dari mimbar, sebelum memeluk Agus, Annisa mencium tangan suaminya, lalu memeluk sang suami. Bukan pelukan biasa, ia melakukan dengan memejam kedua mata; pelukan penuh dalam dan kehangatan penuh bahagia.
Saya mengenal nama �Agus Harimurti Yudhoyono (AYH)� sejak ia pernah bertugas militer semasa Aceh masih diamuk riuh peluru antarpara serdadu di provinsi ujung Sumatera ini. Jika tak salah, Agus bertugas setahun di Meulaboh, rentang waktu tahun 2002-2003. Dia menjadi Komandan Tim Khusus Operasi Pemulihan Keamanan Aceh di sana.
Saya tak menemukan referensi yang jelas, apakah ia bertugas sampai masa mulai Darurat Militer 19 Mei 2003 ditetapkan di Aceh. Yang pasti, saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, ayahnya Agus menjabat sebagai Menkopolhukam di bawah kabinet Presiden Megawati Sukarnoputri.
Masa tahun itu umur saya 22 tahun, awal kemunculan sosok nama SBY di publik, saya jadi satu dari sekian banyak orang yang kagum dengan sikap SBY yang merelakan anaknya dikirim bertugas di Aceh. Masa di mana harga nyawa bisa lenyap kapan saja tanpa kenal ruang dan waktu. Masa di mana lolongan suara elang di langit Aceh kerap terdengar, seumpama pertanda ada manusia yang meninggal.
Pasca itu saya kerap mengetahui nama Agus berkarir di militer. Tahun 2011, ia pernah diundang di Mata Najwa, MetroTV. Saya menonton acara itu sampai selesai. Agus diundang atas kapasitasnya pernah dikirim sebagai kontigen pasukan garuda dalam sebuah misi perdamaian di Libanon.
Setahun setelah itu, Mata Najwa juga mengundang Agus tampil dengan seragam militer di Mata Najwa go to campus di Universitas Sumatera Utara dalam tema Agen Perubahan. Dua narasumber lainnya kala itu, Anies Baswedan dan Denny Indrayana (Wakil Menteri Hukum dan HAM).
Agus paling sering tampil diundang di acara-acara talkshow televisi, jika dibandingkan dengan sosok perwira menengah militer lainnya yang juga tak kalah dalam prestasi. Tidak bisa diabaikan bahwa, sosoknya jadi lirikan media karena ada pengaruh nama besar orang tua disamping prestasi yang ia semat di bajunya.
Ia adalah sosok yang menarik perhatian media massa. Gaya bicara Agus sangat dingin dan cuek. Bicaranya tegas dengan artikulasi yang cukup jelas, teratur dan nada standar. Ia bukan sembarang prajurit militer yang biasa biasa saja, ia memperoleh Adhy Makayasa (penghargaan lulusan terbaik setiap angkatannya di akademi militer, hanya untuk satu orang) pada tahun 2000. Tentu ini bukan perkara yang mudah ia mendapatkannya.
Kembali ke soal pelukan tadi, saat mereka akan menikah pada tahun 2005, saya tahu sosok gadis yang akan dinikahinya, tentu saja dari pemberitaan infotaimen televisi. Annisa Pohan, sang wanita selebritis tanah air yang awalnya berkarir sebagai penyiar radio di Oz Radio Bandung. Menurut kabar, mereka dikenalkan lewat seorang teman Annisa.
Kisah cinta mereka akhirnya resmi sah dalam ikatan pernikahan 8 Juli 2005. Kala itu, SBY baru saja menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Annisa juga bekerja sebagai presenter acara olahraga Bundesliga dan La Liga. Dalam banyak acara dan wawancara televisi, Annisa menyebut sosok Agus sebagai suaminya dengan sebutan �beliau� bagi saya, ini sebuah penghormatan dan takzim cukup besar seorang istri buat suaminya. Bagaimana penghargaan kepada suaminya itu dihargai betul dalam sebuah kehidupan rumahtangga.
Kini, Agus resmi mundur dari karir militernya di TNI. Di media sosial, kerap terjadi pro-kontra atas keputusannya maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Tetapi, bagi saya tak ada yang aneh dengan keputusan itu. Analisanya begini;
Jika Agus tidak menang dalam pilkada Jakarta, itu bukan kekalahan baginya. Idiom yang berlaku di dunia perpolitikan: tak ada kata jera dalam berpolitik. Karir politiknya masih panjang, apalagi ia pemilik trah dari Partai Demokrat. Partai yang didirikan oleh orang tuanya. Ia masih muda dengan segudang pengalaman di militer sudah demikian terlatih sebagai pemimpin pasukan.
Jika Agus tidak cukup suara di Pilkada Jakarta, jabatan Sekjen Partai Demokrat menanti di depan mata. Persiapan Partai Demokrat menghadapi Pemilu 2019 masih berpeluang untuk ia bertarung kembali dalam jagat politik tanah air. Ia bisa memulai dengan mencalonkan diri sebagai calon legislatif untuk DPR RI. Dapil mana saja, sudah pasti akan lolos.
Jika pun tak lolos, ia kembali berpeluang maju sebagai Calon Presiden 2019. Saya pikir juga, jikapun Agus terpilih sebagai Gubernur Jakarta pada 2017 ini, Partai Demokrat tak akan tinggal diam untuk mencalonkannya lagi sebagai Calon Presiden 2019. Kisah sukses PDI Perjuangan akan terulang seperti dicalonkan Joko Widodo untuk DKI Jakarta.
Banyak yang bilang, di balik kesuksesan seorang pria ada wanita hebat di belakangnya. Hingga lelucon itu berkembang, jika pria ingin banyak sukses, maka perlu banyak wanita di belakangnya, ya bisa saja menikah sampai 4 orang sebagaimana titah sunnah agama.
Kesuksesan politik SBY, tidak bisa lepas daripada sosok Ani Yudhoyono dalam karir militer dan politik. Annisa ke depan juga berperan penting dalam karir politik Agus Harimurti Yudhoyono. Perempuan punya peran penting dalam jagat politik di tanah air.
Peran bisa buruk dan baik dari perempuan dalam politik. Hal buruk misalnya ada banyak kasus penguasa di dunia yang jatuh dari kekuasannya karena perempuan. Tetapi perempuan tak serta merta disalahkan, sebab peran lelaki yang nakal juga ada di sana; Harta, Tahta dan Wanita. Jika idiom ini kita bawa ke sosok Agus, bisa jadi kita sebut: Harta, Tahta dan Pelukan Annisa[sumber: www.pepnews.id]